Jumat, 19 Juli 2013

ADAB GURU

Pendidikan yang mengharuskan adanya proses pembelajaran memerlukan figur seorang guru/ pendidik yang mempunyai kepribadian. Dan kepribadian yang melekat pada dirinya bersandar dari aqidah islam. Itulah yang disebut dengan adab.
                Kedudukan adab bagi orang berilmu dan pelajar sangat penting. Diriwayatkan, Imam Malik bin Anas menghabiskan waktu selama enam belas tahun untuk mempelajari adab dan empat tahun untuk mencari ilmu. Artinya, beliau memposisikan akhlak pada posisi penting yang tidak bisa dipandang sebelah       mata. Riwayat tentang Imam Malik di atas juga dialami oleh Imam Syafi`i dengan kondisi yang berbeda. Suatu ketika beliau ditanya oleh seseorang, “Bagaimana engkau mencari (mempelajari) akhlak?.” Dijawab oleh beliau, “Aku mencari adab seperti usaha seorang ibu yang mencari-cari anaknya yang hilang.” [1]
                Guru, engkau adalah pahlawan tanpa tanda saja” itulah kalimat yang sering kita dengar sejak di sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Guru sangat berperan penting dalam melahirkan generasi bangsa, karena di tangannyalah akan lahir orang-orang jenius bermartabat tinggi, hebat, para ilmuwan dan teknokrat yang tentu  menjadi penentu peradaban manusia. Meskipun demikian, nama guru tidaklah seharum nama pahlawan nasional yang sering disebut dalam buku sejarah sekolah misalnya Soekarno, Moh.Hatta ataupun Soedirman. Maka sangatlah wajar jika guru dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Saking pentingnya posisi guru, Islam  memberikan derajat yang sangat tinggi untuk para guru ini. Bahkan pada zaman dulu Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulan atau setara dengan 20 juta-an -1 dinar: 4,25 gr emas-. (Yusanto et.al, 2011:87)[2]
Dengan demikian, seorang guru harus memiliki adab. Mengapa? Karena dengan memiliki adab, maka guru ketika melakoni proses pembelajaran akan berlaku profesional dan bertanggungjawab.
            Menteri  Agama, Suryadharma Ali menyatakan bahwa para ulama dan kyai memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan nasional. Hal ini diungkapkan dalam acara Wisuda Sarjana Strata Satu STAI al Hamidiyah Bangkalan Madura, Sabtu, 31/07/2010.  Di Cirebon, ada ponpes di Babakan Ciwaringin yang bertusia 300 tahun. Demikian pula Pondok Pesantren Lirboyo yang berusia 100 tahun. Pesantren an Nuqayah berusia 123 tahun, Pesantren al Hamidiyah Sen Asen, Bangkalan 135 tahun. Itu artinya peran pesantren dan ulama atau kyai tentu luar biasa. Peran kyai dan ulama di dalam pendidikan tentu tidak diragukan. Kita harus mengapresiasi peran para ulama dan kyai dalam membina para santri baik di masa lalu maupun sekarang. Andaikan tidak ada ulama dan kyai yang terus menerus memberikan kontribusinya di dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama, maka tentu kita tidak akan bisa melihat Indonesia seperti sekarang.[3]
                Walaupun ulama dan kyai bergelut dengan dunia pesantren, akan tetapi pendapat dan pemahaman mereka mengenai pendidikan merupakan sesuatu yang absah. Tidak ada bedanya antara seorang ustadz yang mengajari santrinya dengan seorang guru yang mengajari peserta didiknya. Keduanya sama – sama mentransfer dan meng-copy paste kepribadian yang dimilikinya.








[1]http://www.hidayatullah.com/read/19156/04/10/2011/pentingnya-adab-bagi-seorang-alim-dan-pelajar-.html
[2] http://www.syahidah.web.id/2013/02/guru-engkau-mulia-dengan-islam.html
[3] http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=1600

Tidak ada komentar:

Posting Komentar