Pendidikan
merefleksikan kondisi suatu bangsa. Apabila keberlangsungannya berjalan
kondusif, maka ini pertanda bahwa negara tersebut kondisinya sehat. Begitu pula
sebaliknya, apabila keberlangsungannya berjalan carut marut, maka pertanda
bahwa negaranya tidak sehat. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu
perjalanan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.[1]
Pendidikan mengubah manusia dari biadab menjadi beradab. Dengan melakoni
pendidikan, manusia akan memperoleh keutamaan, yakni derajatnya menjadi tinggi.
Di dalam Al – Qur’an disebutkan mengenai keutamaan mencari ilmu. Dari mana kita
memperoleh ilmu? Jawabannya tentu dari pendidikan.
Bila kita berbicara mengenai
pendidikan, pasti kita akan menyinggung tentang pembelajaran. Proses
pembelajaran merupakan manifestasi riil dari tujuan yang ingin dicapai dalam
pendidikan. Pembelajaran merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
pendidikan. Salah satu figur sentral dan penting dalam proses pembelajaran
adalah guru. Guru, yang dalam bahasa jawa diartikan sebagai “digugu” atau dilaksanakan perintahnya
dan “ditiru” atau dicontoh, merupakan
penentu sukses atau tidaknya proses pembelajaran.
Saat ini kita hidup di alam
modern, era milenium, atau yang lazim disebut sebagai zaman globalisasi. Disatu
sisi, era modern memudahkan orang untuk mengakses informasi seluas – luasnya,
memanjakan orang berkomunikasi, dan mempersingkat waktu perjalanan kita. Namun,
pada sisi yang lain, muncul pula dampak negatif dari globalisasi, yakni
dekadensi moral dan dehumanisasi. Globalisasi
telah memunculkan kapitalisme pada bidang ekonomi dan sekulerisme dalam ranah
kehidupan publik. Pengaruh dari keduanya bisa kita rasakan dalam seluruh lini
kehidupan, tak terkecuali pada dunia pendidikan.
Kapitalisasi pendidikan
menyebabkan tipikal high cost education.
Mahalnya biaya pendidikan mengakibatkan tidak semua orang dapat mengenyam
bangku sekolah atau kuliah. Sehingga, ada ungkapan sarkastik; orang miskin dilarang sekolah. Ini tentu
ironis, pertama mengingat Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Logikanya, dengan SDA yang
banyak, negara kita akan makmur. APBN akan surplus, dan darinya bisa digunakan
untuk anggaran pendidikan yang maksimal. Sehingga, tidak memunculkan problem pendidikan
dengan biaya tinggi. Kedua, mengingat
dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tugas negara dalam konteks pendidikan
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mahalnya biaya pendidikan tentu akan
membuat berat tugas negara dalam mencerdaskan rakyatnya.
Sementara itu, sekularisasi dalam
dunia pendidikan memunculkan tipikal oriented
value education, yaitu pendidikan yang hanya memprioritaskan aspek
kognitif/ nilai akademis. Sehingga wajar, apabila dalam fakta kita temukan akal
– akalan untuk mensukseskan UN yang tak ubahnya seperti sinetron yang kejar
tayang. Ujian Nasional dijadikan tolok ukur kelulusan semata. Sementara akhlak,
belum mendapat tempat prioritas sebagai indikator kelulusan. Walaupun pada
akhirnya digalakkkan Pendidikan Karakter
sebagai upaya pembenahan atas sekularisasi pendidikan, namun ternyata hasilnya
masih jauh dari yang diharapkan.
Sekularisasi juga mewarnai
kegiatan pembelajaran. Bagi peserta didik, cenderung kurang menghargai guru,
kurang atau bahkan tidak konsen terhadap pelajaran, bahkan lebih dari itu,
tidak respek dan lost interesting terhadap
pelajaran. Bagi guru, cenderung menyampaikan materi pelajaran an sich, tanpa dikaitkan dengan aqidah
islam. Begitu juga dengan aplikasi akhlaqul
karimah pada pribadi guru, masih belum menonjol.
Karena guru memiliki peran yang penting dalam kegiatan pembelajaran, yakni
sebagai suksesor, maka di alam kehidupan yang sekularistik ini perlu memiliki
pedoman. Pedoman ini bukan hanya seharusnya ada, melainkan harus ada. Pedoman
yang dimaksud adalah adab. Seorang guru harus memiliki adab dalam mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar