Jumat, 19 Juli 2013

LATARBELAKANG MASALAH URGENSI ADAB SEORANG GURU

Pendidikan merefleksikan kondisi suatu bangsa. Apabila keberlangsungannya berjalan kondusif, maka ini pertanda bahwa negara tersebut kondisinya sehat. Begitu pula sebaliknya, apabila keberlangsungannya berjalan carut marut, maka pertanda bahwa negaranya tidak sehat. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu perjalanan suatu bangsa.
                Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Pendidikan mengubah manusia dari biadab menjadi beradab. Dengan melakoni pendidikan, manusia akan memperoleh keutamaan, yakni derajatnya menjadi tinggi. Di dalam Al – Qur’an disebutkan mengenai keutamaan mencari ilmu. Dari mana kita memperoleh ilmu? Jawabannya tentu dari pendidikan.
                Bila kita berbicara mengenai pendidikan, pasti kita akan menyinggung tentang pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan manifestasi riil dari tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan. Pembelajaran merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan. Salah satu figur sentral dan penting dalam proses pembelajaran adalah guru. Guru, yang dalam bahasa jawa diartikan sebagai “digugu” atau dilaksanakan perintahnya dan “ditiru” atau dicontoh, merupakan penentu sukses atau tidaknya proses pembelajaran.
                Saat ini kita hidup di alam modern, era milenium, atau yang lazim disebut sebagai zaman globalisasi. Disatu sisi, era modern memudahkan orang untuk mengakses informasi seluas – luasnya, memanjakan orang berkomunikasi, dan mempersingkat waktu perjalanan kita. Namun, pada sisi yang lain, muncul pula dampak negatif dari globalisasi, yakni dekadensi moral dan dehumanisasi.         Globalisasi telah memunculkan kapitalisme pada bidang ekonomi dan sekulerisme dalam ranah kehidupan publik. Pengaruh dari keduanya bisa kita rasakan dalam seluruh lini kehidupan, tak terkecuali pada dunia pendidikan.
                Kapitalisasi pendidikan menyebabkan tipikal high cost education. Mahalnya biaya pendidikan mengakibatkan tidak semua orang dapat mengenyam bangku sekolah atau kuliah. Sehingga, ada ungkapan sarkastik; orang miskin dilarang sekolah. Ini tentu ironis, pertama mengingat Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Logikanya, dengan SDA yang banyak, negara kita akan makmur. APBN akan surplus, dan darinya bisa digunakan untuk anggaran pendidikan yang maksimal. Sehingga, tidak memunculkan problem pendidikan dengan biaya tinggi. Kedua, mengingat dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tugas negara dalam konteks pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mahalnya biaya pendidikan tentu akan membuat berat tugas negara dalam mencerdaskan rakyatnya.
                Sementara itu, sekularisasi dalam dunia pendidikan memunculkan tipikal oriented value education, yaitu pendidikan yang hanya memprioritaskan aspek kognitif/ nilai akademis. Sehingga wajar, apabila dalam fakta kita temukan akal – akalan untuk mensukseskan UN yang tak ubahnya seperti sinetron yang kejar tayang. Ujian Nasional dijadikan tolok ukur kelulusan semata. Sementara akhlak, belum mendapat tempat prioritas sebagai indikator kelulusan. Walaupun pada akhirnya digalakkkan Pendidikan Karakter sebagai upaya pembenahan atas sekularisasi pendidikan, namun ternyata hasilnya masih jauh dari yang diharapkan.
                Sekularisasi juga mewarnai kegiatan pembelajaran. Bagi peserta didik, cenderung kurang menghargai guru, kurang atau bahkan tidak konsen terhadap pelajaran, bahkan lebih dari itu, tidak respek dan lost interesting terhadap pelajaran. Bagi guru, cenderung menyampaikan materi pelajaran an sich, tanpa dikaitkan dengan aqidah islam. Begitu juga dengan aplikasi akhlaqul karimah pada pribadi guru, masih belum menonjol.                              
             Karena guru memiliki peran yang penting dalam kegiatan pembelajaran, yakni sebagai suksesor, maka di alam kehidupan yang sekularistik ini perlu memiliki pedoman. Pedoman ini bukan hanya seharusnya ada, melainkan harus ada. Pedoman yang dimaksud adalah adab. Seorang guru harus memiliki adab dalam mengajar.


[1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar