Minggu, 21 Juli 2013

LANDASAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB II
PEMBAHASAN

Landasan Normatif Pendidikan Islam
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan.
Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu, fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu (Nizar, 2000:95).
Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya suatu hal.
Sementara itu, normatif secara leksikal berarti berpegang teguh pd norma; menurut norma atau kaidah yang berlaku.
Dengan demikian, landasan normatif Pendidikan Islam bisa diartikan sebagai pijakan dari Pendidikan Islam menurut norma atau kaidah yang berlaku.
Dasar ilmu pendidikan Islam adalah Islam dengan segala ajarannya. Ajaran itu bersumber dari Al-Qur’an, sunnah Rasulullah Saw. dan Ra’yu (hasil pemikiran manusia).[1]
Landasan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-Maslahah al-Mursalah, Istihsan, Qiyas dan sebagainya.[2]
1.Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Muhammad Saw dalam bahasa Arab yang terang guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan akhirat.[3]
Dalam kaitan Al-Qur’an sebagai salah satu landasan kependidikan Islam, Ahmad Ibrahim Muhanna sebagaimana dikutip oleh Drs. Hery Noer Aly, MA dalam bukunya Ilmu Pendidikan          Islam   mengatakan              sebagai            berikut: Al-Qur’an membahas berbagai berbagai aspek kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan semua manusia. Hal itu tidak aneh mengingat Al-Qur’an merupakan kitab hidayah; dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya.
Meskipun demikian, hubungan ayat-ayatnya dengan pendidikan tidak semuanya sama. Ada yang merupakan bagian fondasional dan ada yang merupakan bagian parsial. Dengan perkataan lain, hubungannya dengan pendidikan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung.[4]
2.As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah Swt. Yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah Saw dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.[5]
Dalam lapangan pendidikan, sebagaimana dikemukakan oleh Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Sunnah mempunyai dua faedah, yaitu:
1.      Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-hal yang rinci yang tidak terdapat di dalamnya.
2.      Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.[6]
Banyak tindakan mendidik yang telah dicontohkan Rasulullah dalam pergaulan bersama para sahabatnya. Muhammad Quthb menerangkan bahwa pribadi Rasulullah Saw sendiri  merupakan contoh hidup serta bukti kongkrit sistem dan hasil pendidikan Islam.[7]
Di samping kedua landasan konstitusinal normatif tersebut, ijtihad (ra’yu) juga dijadikan landasan kependidikan Islam. Soerjono Soekanto menegaskan bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan, baik mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang, maupun interaksi sosial dan lain sebagainya.[8]
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmuyang dimiliki oleh ilmuan syariat Islam untuk menetapkan/ menentukan sesuatu hukum syariat Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.[9]
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru dari hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.[10]



[1] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. I,    h. 30.

[2] Zakiah Daradjat, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h. 19.
[3] Lihat: Ali Hasbullah, Ushul al-Tasyri al-Islam, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1971), h. 17.
[4] Hery Noer Aly, Op.Cit., h. 38-39.

[5] Zakiah Darajat, et.al., Op.Cit., h. 20.
[6] Abdurrahman an-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 23.
[7] Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, terj. Salman Harun, (Bandung: Alma’arif, 1984), h. 13.
[8] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), h. 87-88.
[9] Zakiah Daradat, et.al., Op.Cit., h. 21.
[10] Ibid., h. 22.

1 komentar:

  1. nice post
    jangan lupa mampir
    http://undy-blog.blogspot.com

    BalasHapus